MAAF MASIH DALAM PENGEMBANGAN
Home » , » Jangan Salah Pilih (lagi) !

Jangan Salah Pilih (lagi) !

Written By LPM Agrica on Selasa, 19 Juni 2012 | 08.25



Oleh : Standy Christianto*


Duduk di kursi presiden BEM tidak sesulit yang dibayangkan, karena menjadi presiden BEM tidak perlu dukungan seluruh mahasiswa. Fakta menunjukan untuk menjadi presiden BEM cuma membutuhkan dukungan sekitar 350 kertas suara. Tepatnya cuma sekitar sekian persen jumlah total mahasiswa. Menembus angka ini tidak sulit karena mahasiswa pertanian lebih dari 2000 mahasiswa.

Hal ini terjadi karena minimnya partisipasi mahasiswa dalam PEMIRA. Paling tidak dalam dua kali PEMIRA terakhir, kurang dari setengah jumlah mahasiswa terdaftar sebagai daftar pemilih yang mau menggunakan hak pilihnya. Hal ini memang realita yang menghantui demokratisasi kampus kita.

Orang – orang yang menduduki  lembaga mahasiswa  (BEM dan DLM) yang lalu  adalah calon yang dipilih kurang dari setengah jumlah mahasiswa.  Maka dari itu, tidak heran jika presiden BEM yang laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh Musyawarah Keluarga Mahasiswa Pertanian (MUSKEMA) tidak merasa memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan mandat MUSKEMA yaitu memberikan surat permohonan maaf secara terbuka kepada mahasiswa.

Walaupun mantan presiden tidak peduli, penulis terlalu yakin masih ada yang peduli dengan demokratisasi di kampus ini. Masalahnya, mahasiswa bukan tidak mau memilih tapi karena tidak punya alasan mendasar untuk calon mana yang akan dipilih. Sebenarnya kita bisa menilai  dari proses seleksi yang dilakukan oleh para calon. Memilih Presiden BEM dapat diibaratkan proses membeli makanan.

Kalau kita membeli tentu  harus tahu apa yang akan dibeli. Tentu kita tidak mau dibohongi dengan kemasannya. Bila kemasannya rusak atau cacat, kita enggan untuk membeli, apalagi menikmatinya. Hal yang sama juga terjadi dalam memilih presiden BEM. Jika ingin tahu bagaimana kredibilitas dan kapabilitas seorang presiden, lihat bagaimana mereka melewati proses seleksi. Hari – hari ini kita telah dihadapkan dengan proses seleksi itu.

Pertama, pengumpulan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM). Sebagai syarat kalau partai memang memiliki massa, partai harus mengantongi minimal 100 KTM. Hal ini tidak banyak diketahui oleh mahasiswa. Biasanya, partai akan memakai posisi strategis untuk dimanfaatkan untuk meminta KTM ke mahasiswa, misalnya asisten praktikum, ketua hima/unit, ketua kelas, atau orang yang sering menjadi pusat perhatian.

Masalahnya, banyak kasus terjadi, oknum yang meminta fotocopy KTM tidak menyebutkan alasan yang jelas, ia tiba –tiba meminta dan seakan memaksa. Bila ditanya untuk apa, mereka tidak mau menjelaskan untuk apa fotocopy itu. KTM adalah hak mahasiswa, indentitas didalamnya adalah hak pribadi juga untuk tidak memberikan. Bisa jadi kita akan diklaim sebagai massa pendukung salah satu partai. Suatu kecacatan dari partai yang bisa kita nilai integritasnya

Nilai kedua adalah masa - masa kampanye. Setelah proses seleksi selesai KPR akan menentukan yang berhak untuk mengikuti pertarungan di PEMIRA, baik Anggota DLM dan Presiden BEM. Manuver partai mahasiswa akan terlihat disini. KPR juga memiliki Panitia Pengawas Pemira (PANWASRA), lembaga ini yang akan menjatuhkan sangsi bila calon melanggar peraturan –peraturan kampanye.

KPR harus memasang pelanggaran kampanye di tempat umum agar mahasiswa ikut mengawasi. Pelanggaran kampanye yang sering terjadi meliputi  : tidak boleh melakukan kampanye di kost-an, tidak boleh  melalui sms dan media sosial,  mengatasnamakan hima/unit, maupun melakukan kampaye di dalam kelas. Bila ini terbukti, PANWASRA dapat menjatuhkan sangsi. Namun, yang sering terjadi partai lebih licik, dan PANWASRA tidak berani menjatuhkan sangsi, karena buktinya tidak ada. Lagipula percuma sangsi dijatuhkan, sangsi tidak akan  memberikan efek jera.


Sangsi terberat bukanlah sangsi yang diberikan oleh PANWASRA. Sangsi terberat yang kita (mahasiswa) berikan. Yaitu tidak memilih calon yang melakukan pelanggaran itu. Tentu kita tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama setahun belakang ini. Jika partai, calon anggota DLM, atau  capres BEM yang melanggar proses yang telah ditetapkan, lalu melakukan manuver politik yang melanggar ketentuan, tesisnya sederhana : kalau belum terpilih saja sudah berani melanggar, apalagi nanti setelah menjabat, bisa jadi calon akan melanggar amanat mahasiswa nantinya, seperti yang terjadi sekarang ini.




*Pimpinan Redaksi LPM Agrica




Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. LPM Agrica - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger