MAAF MASIH DALAM PENGEMBANGAN
Topics :

Latest Post

Kemegahan Menggusur Lahan Praktikum

Written By LPM Agrica on Rabu, 20 Juni 2012 | 08.01



Laboratorium, termasuk sarana penting bagi penunjang akademik mahasiswa eksakta. Tanpa laboratorium, kegiatan perkuliahan tidak akan maksimal. Apalagi bagi mahasiswa kedokteran gigi, tanpa adanya rumah sakit khusus gigi dan mulut (RSGM), mereka tidak dapat melaksanakan pendidikan profesi sebagai dokter gigi.

Program studi yang dibuka tahun 2008 ini akan membangun Rumah sakit khusus Gigi dan Mulut.  Pembangunan Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) adalah suatu syarat bagi berdirinya fakultas kedokteran gigi. “Tanpa adanya rumah sakit khusus, mahasiswa lulusan kedokteran gigi tidak dapat membuka praktek,” jelas drg. Arwita Mulyawati, M.Hkes, ketua tim pengembangan kedokteran gigi.

Lamanya realisasi RSGM menjadi kendala, pihak kedokteran gigi mengajukan pembangunan RSGM sejak tahun 2008 kepada pihak Rektorat. Namun pembangunan baru dimulai September lalu. Proyek pembangunan RSGM dibangun oleh satu pemborong yang sama dengan pembangunan Laboratorium Teknologi Pertanian dan ditargetkan harus selesai pada tahun ini.

Arwita menjelaskan total pendanaan pembangunan RSGM berasal dari APBN. Saat ditanya seputar jumlah pengeluaran dana pembangunan.”Kalau masalah dana yang dibutuhkan, silakan tanyakan ke rektorat,”jelasnya.

Ironisnya, gedung RSGM yang pertama di Jawa Tengah ini berdiri diatas lahan yang biasanya digunakan untuk praktikum mahasiswa D3 Agrobisnis. “Secara administrasi sudah punya D3 sejak Ir. H. Adwi Herry K.E, M.P menjabat sebagai Kepala Program Studi D3 lahan tersebut berada di selatan Magister Manajemen untuk lahan percobaan maupun lahan praktikum.,” ungkap Ir. Sri Widarni, M.P., Kepala Program studi D3 Agrobisnis (19/10). Menurutnya, lahan itu diminta kembali oleh Unsoed.

Tanpa lahan pengganti yang jelas dari pihak universitas, Arianna, Ketua Himagrita kecewa kepada pihak Rektorat. “Padahal lahan itu sering digunakan untuk kegiatan-kegiatan mahasiswa khususnya Himpunan Mahasiswa D3 Agrobisinis (Himagrita),” tuturnya. Dulunya bisa dimanfaatkan untuk kegiatan Malam Keakraban (Makrab) Himagrita di hari pertama, kegiatan itu seperti pengolahan tanah, penanaman sampai kegiatan seputar akademik sehingga tahun ini berbeda dari tahun kemarin, untuk mahasiswa baru hanya mendapatkan pengenalan organisasi (26/10).

Dr. Eko Haryanto M. SI Ak, Pembantu Rektor II Unsoed, ternyata sama sekali belum memikirkan nasib mahasiswa D3 Agrobisnis yang belum memiliki lahan praktikum pengganti. “ya, nanti dipikirkan. Belum ada bayangan sampai ke sana.” (20/10).

Adanya pemindahan lahan tersebut, Arwita menegaskan bahwa lahan tersebut bukanlah milik fakultas-fakultas tertentu, tetapi merupakan milik Universitas yang diserahkan untuk pembangunan RSGM. “Dulu memang buat praktik mahasiswa Agrobisnis, cuma dalam master plan–nya Unsoed, memang untuk rumah sakit,” tegasnya.

Usaha yang dilakukan Kepala Jurusan D3 Agrobisnis untuk meminta ganti lahan, ternyata belum mendapat tanggapan dari pihak rektorat hingga saat ini. Permohonan kompensasi untuk mahasiswa Agrobisnis justru menemui jalan buntu. Lahan di sebelah barat GOR Satria yang pernah di janjikan oleh pihak Rektorat kepada Kepala jurusan, ternyata tidak jelas kepemilikannya. PR II menjelaskan bahwa ia kurang mengetahui masalah kepemilikan lahan tersebut. ”Kalau memang punya Unsoed, silakan di gunakan,”jelasnya.

Pembantu Rektor II memberikan alternatif mengenai lahan pengganti bagi Agrobisnis. Dalam jangka waktu dekat ini, Unsoed akan menerima bantuan dari kementerian keuangan sebesar 750 juta rupiah. Bantuan tersebut digunakan membeli lahan kosong di sekitar gedung ilmu gizi yang sedang dalam pembangunan. Menurutnya, lahan itu nantinya bisa digunakan untuk keperluan praktikum mahasiswa Agrobisnis. pihak rektorat belum memetakan peruntukan lahan tersebut.

“Harapan dari mahasiswa Agrobisnis agar pihak rektorat dapat mengalokasikan lahan pengganti secepatnya untuk D3 khususnya agar kegiatan Himagrita tidak terhambat,” ungkap Arianna.

PR II menyatakan fasilitas yang telah tersedia untuk kedokteran gigi saat ini sudah mempunyai satu set peralatan gigi dengan alokasi dana 30 juta. Selain untuk keperluan mahasiswa KG, RS khusus tersebut juga akan membuka pelayanan umum.

Arwita menerangkan bahwa untuk pelayanan memang mahasiswa Unsoed nantinya akan diperioritaskan. Namun, hingga saat ini pihak KG belum membicarakan mengenai tarif pelayanan dengan pihak Rektorat. Terkait masalah pelayanan, unit pelayanan kesehatan Unsoed Health Centre (UHC), yang juga menyediakan layanan kesehatan gigi dan mulut, nantinya akan dipindahkan juga ke dalam RSGM, sehingga UHC hanya menyediakan pelayanan umum.

RSGM diharapkan dapat membiayai fasilitasnya sendiri dan tidak terus-menerus mendapat bantuan dari Unsoed. PR II, juga mengharapkan supaya nantinya biaya yang dihasilkan dari pembukaan pelayanan gigi dan mulut justru dapat membantu Unsoed dalam memperbaiki fasilitas-fasilitas yang ada, serta membantu proses akademik lainnya. (April/Jovita)

PLII diantara Urgensi dan Keterbatasan


Ada yang bisa menebak  tempat yang konon belum  pernah dikunjungi oleh dekan ? Bukan laboratorium yang sedang dibangun maupun kelas-kelas pengap nan berangin sejuk. Melainkan seonggok gudang ilmu yang konon katanya merupakan jantung dari suatu institusi. Tempat yang berlokasi di lantai dua gedung A2.03 bernama Pusat Layanan Informasi Ilmiah (PLII).

Ruang itu cukup pengap, walaupun sudah terpasang dua buah mesin pendingin ruangan dan tiga buah kipas angin yang berjuang keras berputar memberikan kesejukan. Sayangnya, deru mesin tidak cukup memberikan kenyamanan bagi 215 pengunjung yang datang tiap harinya. Ruangan ini beratribut 16 rak yang tersusun terpaksa tegak, tujuh komputer, 9  meja diskusi dengan dikelilingi delapan kursi, dan 40 lubang loker tas.

Seperti laiknya PLII pada umumnya. Ruangan ini selalu dipenuhi mahasiswa dan mahasiswi yang sedang menggali ilmu lembar demi lembar yang mereka tekuni. Dalam setiap waktu yang berjalan terdengar bunyi-bunyian kertas yang dibuka tiap helainya.

Ditengah keadaan yang serba terbatas ini birokrat belum perhatian, dekan belum pernah berkunjung ke PLII. “Dekan belum pernah berkunjung ke sini, ” ungkap ketua PLII Ir. Loekas Soesanto Ph. D.

Tempat ini awalnya bukan dirancang untuk ruang benda tak bergerak tetapi untuk ruang kuliah. Namun dalam penggunaannya sejak tujuh tahun silam, ruang ini beralih fungsi menjadi gudang ilmu. Saat Prof. Loekas Soesanto Ph. D menjadi ketua PLII pada tahun 2004 silam, dia berinisiatif memindahkan  PLII ke ruang yang lebih besar. “Ruangan ini dulunya adalah ruang kelas HPT (Hama Penyakit Tanaman), dan PLII awalnya bertempat di ruang Laboratorium Manajemen Agribisnis (sekarang),” ungkapnya (18/10).

Idealnya, gedung PLII dirancang untuk dapat menahan benda-benda tidak bergerak. Lantai pertama biasanya untuk kegiatan mahasiswa. Lantai kedua dan ketiga baru digunakan untuk kegiatan PLII seperti penataan buku, tersedianya tempat baca. Konsep PLII seperti ini sudah lama dibicarakan Prof.Loekas Soesanto Ph.D, “Saya mengajukan rancangan ini sudah dua tahun yang lalu,” jelasnya. Yang lebih terpenting lagi, PLII bisa memberikan kenyamanan bagi pengunjung, baik itu dosen maupun mahasiswa.

Berbagai cara

Dalam keadaan apapun, PLII mencoba berusaha swasembada buku. Contohnya saja, 1-2 bulan yang lalu telah ada penggalangan dana peduli PLII yang beredar di dunia maya. Itu hanya salah satu contoh kecil upaya PLII dalam memenuhi kebutuhan buku untuk pemustaka. “PLII ini kan jantungnya perguruan tinggi. Kalau jantungnya saja lemah, maka kualitas lulusan mahasiswanya juga rendah,” tegas dosen yang juga guru besar Unsoed ini.

Cara lain yang marak terjadi, adalah melakukan pungutan terhadap mahasiswa yang akan wisuda. Sumbangan ini bersifat tidak memaksa dan birokrat pun tahu dengan adanya pungutan ini. “Masa mahasiswa tidak mau menyumbang untuk almamaternya?,” jelasnya.

Penarikan dana bebas perpustakaan sebesar  Rp. 70-80 ribu atau dana perpanjangan kartu perpus sebesar Rp. 5.000,- per tahun menjadi salah satu pemasok dana untuk mencukupi kebutuhan buku PLII yang makin beragam tiap tahunnya dan pengunjungnya yang terus meningkat. Walaupun penarikan itu tidak ada SK-nya (surat Keputusan) tetapi tetap saja diberlakukan hingga sekarang. ”Penarikan ini tidak ada SKnya tetapi tetap dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dan karena sudah menjadi kebiasaan sejak dari dulu sebelum saya  menjadi ketua PLII,” tutur Loekas.

Alumni turut membantu melalui forum komunikasi alumni unsoed. Dalam kegiatan ini PLII hanya menerima buku, bukan uang. Buku yang disumbangkan pun atas rekomendasi PLII mengingat buku yang akan disumbangkan sulit untuk dicari dan harganya pun mahal. “Pihak fakultas telah mengeluarkan anggaran sebesar Rp. 10 juta untuk PLII belakangan bulan ini,” ujar Ir. H. Adwi Hery KE. M.P, Pembantu Dekan II Faperta (21/10). Menurut Loekas, fakultas hanya memberi 7,5 juta dan nominal ini dirasa sangat kurang.

usaha swasembada PLII untuk menyediakan sumber referensi bagi pemustaka yang hingga kini dinilai masih kurang, terutama buku ilmu dasar seperti biologi, kimia, fisika dengan berbagai tingkat jilid/cetakan.

Disinggung mengenai pembangunan PLII tahun 2012, PD II menuturkan untuk 2012 akan dibangun gedung PLII yang baru, tetapi dalam pembangunannya tergantung prioritas dari universitas.

Kenyamanan saat berada di PLII pun terusik bukan karena hanya minimnya prasarana yang ada. Tetapi pelayanannya dirasa kurang baik. Pelayanan  adalah jasa yang diberikan oleh PLII, namun tidak membuat mahasiswa merasa puas, tetapi malah merasa tertekan dengan ketegasan yang terasa galak oleh setiap mahasiswa yang berkunjung ke PLII.

Salah satu keluhan terlontar dari mahasiswa  Agrbisinis’10, Deni (27/10). Deni mengeluhkan PLII sudah sangat kurang memadai, sedangkan jumlah mahasiswa semakin bertambah. “Jumlah referensi kurang banyak dan kurang komplit,” ungkapnya. Pernyataan Deni pun diamini oleh mahasiswi yang tidak mau disebutkan namaya. Dia menambahkan “Peringatannya terkesan galak, jadi terasa kurang nyaman,”keluhnya (18/10).

Pernyataan yang serupa pun dilontarkan oleh sebelas mahasiswa yang menyatakan bahwa pelayanan pengelola PLII kepada pengujung kurang begitu ramah, terkadang ada pilih kasih dalam melayani pengunjung. Tito  Agrotek ’10 merasa tidak puas dengan pelayanan PLII. “Pelayanannya kurang memuaskan dan ngeselin,”ungkapnya. Salah satu mahasiswa yang tidak mau disebutkan namanya juga mengungkapkan “Pengelola terkesan acuh dan cuek,” tambahnya (28/10).

Loekas pun menanggapi keluhan itu dengan bijaksana. “Dulu kami melakukan peringatan dengan cara baik tetapi tidak efektif,”. Aturan dipertegas karena pengunjung tidak mendengarkan peringatan itu. Aturan seperti ini ditegakkan bukan untuk menghalangi mahasiswa, tetapi untuk kedisiplinan

Beranikah mengubah BEM KEMA?


Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), sebagai wadah untuk menyampaikan aspirasi mahasiswa kepada birokrasi kampus nyatanya kini seperti hidup segan mati tak mau

Sebagai pemerintahan mahasiswa, laiknya kampus merupakan miniatur pemerintahan dalam sebuah negara. Menilik satu tahun lebih kepemimpinan Presiden BEM, Dwi Musthika, BEM seolah mati.

BEM yang seperti ini berpengaruh terhadap pola pikir mahasiswa. Keengganan mahasiswa dalam berorganisasi dan kepedulian dalam meramaikan kampus kita. Seakan mahasiswa tenang saja melihat keadaan yang seperti ini. mereka (mahasiswa) baru peduli terhadap lingkungan ketika kepentingannya terusik oleh aturan birokrasi di kampus.

Contohnya saja dalam kasus KHS telat, mahasiswa baru ribut meminta advokasi terkait budaya khs telat. Sebelumnya, tidak pernah peduli tentang apapun yang terjadi di civitas akademika kita.

Selama ini Hima-Unit peduli kepada BEM ketika terbelit masalah finansial. Ataupun untuk mengurus masalah administrasi seperti tanda tangan sertifikat, surat maupun pencairan kuintansi. Jika masih seperti ini terus, masih pentingkah adanya BEM atau beranikah mahasiswa mengubah BEM?

Akreditasi Agroteknologi Optimis “A “


Akreditasi masih menjadi momok bagi mahasiswa-mahasiswa Agroteknologi khususnya untuk  angkatan pertama, yaitu 2008. Penelitian sudah dimulai dan detik-detik akhir studi pun semakin dekat. Namun akreditasi Program Studi ini belum jelas kepastiannya. Mahasiswa Agroteknologi yang terombang-ambing dengan ketidakjelasan akreditasi ini. Mereka cemas menunggu kepastian akreditasi terealisasi.

Agroteknologi, adalah gabungan 5 program studi dari Hama Penyakit Tanaman, Hortikultura, Ilmu Tanah, Agronomi dan Pemuliaan Tanaman. Geliat prodi Agroteknologi sudah tahun ke empat berjalan dan belum menghasilkan lulusan. Prodi ini belum terakreditasi sampai saat ini, selama ini prodi Agroteknologi menggunakan akreditasi prodi lama yang mempunyai nilai tertinggi atas jaminan Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Dikti).

Akreditasi adalah kegiatan  yang dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang bersifat terbuka. Akreditasi diperbaharui setiap 5 tahun sekali dan diajukan kepada Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT).

Kaprodi Agroteknologi, Dr.Ir. Suwarto., M.S mengatakan terkait akreditasi Agroteknologi, kaprodi menjelaskan dokumen berkas Akreditasi akan dikirim ke Jakarta malam ini (21/10) bersama dengan prodi ITP, Agribisnis dan D3 Agrobisnis.

Kendala yang menyebabkan lamanya proses ini adalah manajemen data yang kurang seperti  banyak data yang berserakan, tata penyusunan serta lama menunggu dosen mengumpulkan berkas-berkas sampai harus ditagih-tagih terlebih dahulu. Padahal, tim akreditasi telah dibentuk sejak tahun 2010 lalu.

Pihak agroteknologi optimis dengan standar akreditasi ini, karena Sumber Daya Manusia (SDM) baik dosen maupun mahasiswa tidak kalah dengan universitas lain. Manajemen keuangan program studi Agroteknologi bisa dikatakan bagus, contohnya adalah Biaya operasional yang meliputi gaji dosen, praktikum, pengabdian masyarakat, penelitian, dan lainnya yang menunjang jalannya proses pendidikan diambil dari uang pembayaran SPP mahasiswa tiap semester telah memenuhi standar , bisa dikatakan manajemen keuangan nya baik.

Berkas ini diharapkan paling lambat minggu kedua bulan November sudah sampai ke Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT). Akreditasi ini dipastikan akan terealisasi akhir 2011, sekitar bulan November atau Desember atau paling lambat awal tahun 2012.

“Saya Optimis nilai A,” hal ini diungkapkan oleh Kaprodi Agroteknologi saat ditemui Agrica dikantornya. Selaras dengan pernyataan Kaprodi, Dr. Ir. Achmad Iqbal. M.si, Dekan Fakultas Pertanian ikut mengamininya. “Akreditasi masih dalam proses, yang diakreditasi pun ribuan. Tapi kita optimis semua berkas yang kita kirim mendapat nilai A,” ungkap dekan (24/10).

Akan tetapi, hambatan muncul dari tingkat kompetitif peminat Program Studi Agroteknologi, yang ditunjukan dengan tidak seimbangnya rasio antara jumlah peminat dengan jumlah mahasiswa yang diterima.

Data akreditasi yang sudah dikirim ke BAN PT kemudian akan disimpulkan akan segera informasikan kepada mahasiswa. “Dukung supaya akreditasi bagus,” tegasnya.

kaprodi berharap Agroteknologi menjadi prodi yang tertata rapi baik mahasiswanya maupun manajemennya dan saling terbuka, jadilah yang terbaik di bidangnya. Dekan optimis dengan hasil akreditasi. “Kita optimis dapat A, yang perlu ditekankan sebenarnya yang dibutuhkan oleh mahasiswa setelah lulus bukanlah akreditasi tetapi softskill dari tiap individu”, ujar dekan.

Ibnu Adam, mahasiswa Agroteknologi 2008, menuturkan mahasiswa angkatan 2008 masih menunggu akreditasi. Tambahnya, Akreditasi sangat penting bagi mereka yang ingin melanjutkan studi, bekerja di instansi dinas maupun perusahaan-perusahaan yang tidak hanya ijazah yang dilampirkan tetapi juga akreditasi (26/10). (Putri Tresna/Putri Cakka)

Kemegahan Menggusur Lahan Praktikum

Written By LPM Agrica on Selasa, 19 Juni 2012 | 08.33


Laboratorium, termasuk sarana penting bagi penunjang akademik mahasiswa eksakta. Tanpa laboratorium, kegiatan perkuliahan tidak akan maksimal. Apalagi bagi mahasiswa kedokteran gigi, tanpa adanya rumah sakit khusus gigi dan mulut (RSGM), mereka tidak dapat melaksanakan pendidikan profesi sebagai dokter gigi. 

Program studi yang dibuka tahun 2008 ini akan membangun Rumah sakit khusus Gigi dan Mulut.  Pembangunan Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) adalah suatu syarat bagi berdirinya fakultas kedokteran gigi. “Tanpa adanya rumah sakit khusus, mahasiswa lulusan kedokteran gigi tidak dapat membuka praktek,” jelas drg. Arwita Mulyawati, M.Hkes, ketua tim pengembangan kedokteran gigi.

Lamanya realisasi RSGM menjadi kendala, pihak kedokteran gigi mengajukan pembangunan RSGM sejak tahun 2008 kepada pihak Rektorat. Namun pembangunan baru dimulai September lalu. Proyek pembangunan RSGM dibangun oleh satu pemborong yang sama dengan pembangunan Laboratorium Teknologi Pertanian dan ditargetkan harus selesai pada tahun ini.

Arwita menjelaskan total pendanaan pembangunan RSGM berasal dari APBN. Saat ditanya seputar jumlah pengeluaran dana pembangunan.”Kalau masalah dana yang dibutuhkan, silakan tanyakan ke rektorat,”jelasnya.

Ironisnya, gedung RSGM yang pertama di Jawa Tengah ini berdiri diatas lahan yang biasanya digunakan untuk praktikum mahasiswa D3 Agrobisnis. “Secara administrasi sudah punya D3 sejak Ir. H. Adwi Herry K.E, M.P menjabat sebagai Kepala Program Studi D3 lahan tersebut berada di selatan Magister Manajemen untuk lahan percobaan maupun lahan praktikum.,” ungkap Ir. Sri Widarni, M.P., Kepala Program studi D3 Agrobisnis (19/10). Menurutnya, lahan itu diminta kembali oleh Unsoed.

Tanpa lahan pengganti yang jelas dari pihak universitas, Arianna, Ketua Himagrita kecewa kepada pihak Rektorat. “Padahal lahan itu sering digunakan untuk kegiatan-kegiatan mahasiswa khususnya Himpunan Mahasiswa D3 Agrobisinis (Himagrita),” tuturnya. Dulunya bisa dimanfaatkan untuk kegiatan Malam Keakraban (Makrab) Himagrita di hari pertama, kegiatan itu seperti pengolahan tanah, penanaman sampai kegiatan seputar akademik sehingga tahun ini berbeda dari tahun kemarin, untuk mahasiswa baru hanya mendapatkan pengenalan organisasi (26/10).

Dr. Eko Haryanto M. SI Ak, Pembantu Rektor II Unsoed, ternyata sama sekali belum memikirkan nasib mahasiswa D3 Agrobisnis yang belum memiliki lahan praktikum pengganti. “ya, nanti dipikirkan. Belum ada bayangan sampai ke sana.” (20/10).

Adanya pemindahan lahan tersebut, Arwita menegaskan bahwa lahan tersebut bukanlah milik fakultas-fakultas tertentu, tetapi merupakan milik Universitas yang diserahkan untuk pembangunan RSGM. “Dulu memang buat praktik mahasiswa Agrobisnis, cuma dalam master plan–nya Unsoed, memang untuk rumah sakit,” tegasnya.

Usaha yang dilakukan Kepala Jurusan D3 Agrobisnis untuk meminta ganti lahan, ternyata belum mendapat tanggapan dari pihak rektorat hingga saat ini. Permohonan kompensasi untuk mahasiswa Agrobisnis justru menemui jalan buntu. Lahan di sebelah barat GOR Satria yang pernah di janjikan oleh pihak Rektorat kepada Kepala jurusan, ternyata tidak jelas kepemilikannya. PR II menjelaskan bahwa ia kurang mengetahui masalah kepemilikan lahan tersebut. ”Kalau memang punya Unsoed, silakan di gunakan,”jelasnya.   

Pembantu Rektor II memberikan alternatif mengenai lahan pengganti bagi Agrobisnis. Dalam jangka waktu dekat ini, Unsoed akan menerima bantuan dari kementerian keuangan sebesar 750 juta rupiah. Bantuan tersebut digunakan membeli lahan kosong di sekitar gedung ilmu gizi yang sedang dalam pembangunan. Menurutnya, lahan itu nantinya bisa digunakan untuk keperluan praktikum mahasiswa Agrobisnis. pihak rektorat belum memetakan peruntukan lahan tersebut.

“Harapan dari mahasiswa Agrobisnis agar pihak rektorat dapat mengalokasikan lahan pengganti secepatnya untuk D3 khususnya agar kegiatan Himagrita tidak terhambat,” ungkap Arianna.

PR II menyatakan fasilitas yang telah tersedia untuk kedokteran gigi saat ini sudah mempunyai satu set peralatan gigi dengan alokasi dana 30 juta. Selain untuk keperluan mahasiswa KG, RS khusus tersebut juga akan membuka pelayanan umum.

Arwita menerangkan bahwa untuk pelayanan memang mahasiswa Unsoed nantinya akan diperioritaskan. Namun, hingga saat ini pihak KG belum membicarakan mengenai tarif pelayanan dengan pihak Rektorat. Terkait masalah pelayanan, unit pelayanan kesehatan Unsoed Health Centre (UHC), yang juga menyediakan layanan kesehatan gigi dan mulut, nantinya akan dipindahkan juga ke dalam RSGM, sehingga UHC hanya menyediakan pelayanan umum.

RSGM diharapkan dapat membiayai fasilitasnya sendiri dan tidak terus-menerus mendapat bantuan dari Unsoed. PR II, juga mengharapkan supaya nantinya biaya yang dihasilkan dari pembukaan pelayanan gigi dan mulut justru dapat membantu Unsoed dalam memperbaiki fasilitas-fasilitas yang ada, serta membantu proses akademik lainnya. (April/Jovita)


Jangan Salah Pilih (lagi) !



Oleh : Standy Christianto*


Duduk di kursi presiden BEM tidak sesulit yang dibayangkan, karena menjadi presiden BEM tidak perlu dukungan seluruh mahasiswa. Fakta menunjukan untuk menjadi presiden BEM cuma membutuhkan dukungan sekitar 350 kertas suara. Tepatnya cuma sekitar sekian persen jumlah total mahasiswa. Menembus angka ini tidak sulit karena mahasiswa pertanian lebih dari 2000 mahasiswa.

Hal ini terjadi karena minimnya partisipasi mahasiswa dalam PEMIRA. Paling tidak dalam dua kali PEMIRA terakhir, kurang dari setengah jumlah mahasiswa terdaftar sebagai daftar pemilih yang mau menggunakan hak pilihnya. Hal ini memang realita yang menghantui demokratisasi kampus kita.

Orang – orang yang menduduki  lembaga mahasiswa  (BEM dan DLM) yang lalu  adalah calon yang dipilih kurang dari setengah jumlah mahasiswa.  Maka dari itu, tidak heran jika presiden BEM yang laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh Musyawarah Keluarga Mahasiswa Pertanian (MUSKEMA) tidak merasa memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan mandat MUSKEMA yaitu memberikan surat permohonan maaf secara terbuka kepada mahasiswa.

Walaupun mantan presiden tidak peduli, penulis terlalu yakin masih ada yang peduli dengan demokratisasi di kampus ini. Masalahnya, mahasiswa bukan tidak mau memilih tapi karena tidak punya alasan mendasar untuk calon mana yang akan dipilih. Sebenarnya kita bisa menilai  dari proses seleksi yang dilakukan oleh para calon. Memilih Presiden BEM dapat diibaratkan proses membeli makanan.

Kalau kita membeli tentu  harus tahu apa yang akan dibeli. Tentu kita tidak mau dibohongi dengan kemasannya. Bila kemasannya rusak atau cacat, kita enggan untuk membeli, apalagi menikmatinya. Hal yang sama juga terjadi dalam memilih presiden BEM. Jika ingin tahu bagaimana kredibilitas dan kapabilitas seorang presiden, lihat bagaimana mereka melewati proses seleksi. Hari – hari ini kita telah dihadapkan dengan proses seleksi itu.

Pertama, pengumpulan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM). Sebagai syarat kalau partai memang memiliki massa, partai harus mengantongi minimal 100 KTM. Hal ini tidak banyak diketahui oleh mahasiswa. Biasanya, partai akan memakai posisi strategis untuk dimanfaatkan untuk meminta KTM ke mahasiswa, misalnya asisten praktikum, ketua hima/unit, ketua kelas, atau orang yang sering menjadi pusat perhatian.

Masalahnya, banyak kasus terjadi, oknum yang meminta fotocopy KTM tidak menyebutkan alasan yang jelas, ia tiba –tiba meminta dan seakan memaksa. Bila ditanya untuk apa, mereka tidak mau menjelaskan untuk apa fotocopy itu. KTM adalah hak mahasiswa, indentitas didalamnya adalah hak pribadi juga untuk tidak memberikan. Bisa jadi kita akan diklaim sebagai massa pendukung salah satu partai. Suatu kecacatan dari partai yang bisa kita nilai integritasnya

Nilai kedua adalah masa - masa kampanye. Setelah proses seleksi selesai KPR akan menentukan yang berhak untuk mengikuti pertarungan di PEMIRA, baik Anggota DLM dan Presiden BEM. Manuver partai mahasiswa akan terlihat disini. KPR juga memiliki Panitia Pengawas Pemira (PANWASRA), lembaga ini yang akan menjatuhkan sangsi bila calon melanggar peraturan –peraturan kampanye.

KPR harus memasang pelanggaran kampanye di tempat umum agar mahasiswa ikut mengawasi. Pelanggaran kampanye yang sering terjadi meliputi  : tidak boleh melakukan kampanye di kost-an, tidak boleh  melalui sms dan media sosial,  mengatasnamakan hima/unit, maupun melakukan kampaye di dalam kelas. Bila ini terbukti, PANWASRA dapat menjatuhkan sangsi. Namun, yang sering terjadi partai lebih licik, dan PANWASRA tidak berani menjatuhkan sangsi, karena buktinya tidak ada. Lagipula percuma sangsi dijatuhkan, sangsi tidak akan  memberikan efek jera.


Sangsi terberat bukanlah sangsi yang diberikan oleh PANWASRA. Sangsi terberat yang kita (mahasiswa) berikan. Yaitu tidak memilih calon yang melakukan pelanggaran itu. Tentu kita tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama setahun belakang ini. Jika partai, calon anggota DLM, atau  capres BEM yang melanggar proses yang telah ditetapkan, lalu melakukan manuver politik yang melanggar ketentuan, tesisnya sederhana : kalau belum terpilih saja sudah berani melanggar, apalagi nanti setelah menjabat, bisa jadi calon akan melanggar amanat mahasiswa nantinya, seperti yang terjadi sekarang ini.




*Pimpinan Redaksi LPM Agrica




BEM Acuhkan Amanah Muskema




Musyawarah Keluarga Mahasiswa (MUSKEMA) yang digelar beberapa waktu lalu sampai saat ini masih menyisakan sengketa antara demisioner BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) dan mahasiswa. Hal ini karena hasil penilaian LPJ BEM yang berupa penolakan LPJ dan beberapa tuntutan mahasiswa sampai saat ini belum dilaksanakan oleh demisioner BEM. Padahal hasil itu telah dikonsideran dan menjadi ketetapan /keputusan bersama di Muskema. Amanah MUSKEMA berisi kewajiban  presiden BEM demisioner untuk menyampaikan surat pernyataan terbuka atas hasil evaluasi LPJ BEM yang telah disampaikan. Kabinet BEM Ekspansi juga diberi amanah untuk melakukan revisi LPJ serta mempublikasikannya kepada seluruh mahasiswa pertanian.

Mahasiswa pertanian yang kecewa atas sikap presiden BEM demisioner melalui Forum Komunikasi Hima Unit (FKHUFP) melakukan tuntutan berupa spanduk yang digantungkan di auditorium. Isi dari tuntutan adalah mengundang presiden BEM demisioner yang merupakan kader dari Partai Harapan beserta seluruh Kabinet BEM Ekspansi demisioner menjalankan amanah dari MUSKEMA.

Ana, Koordinator FKHUFP menyayangkan sikap presiden BEM demisioner yang tidak merespon tuntutan dari FKHUFP. “Saya harap BEM segera menuntaskan tuntutan FKHUFP,” tegasnya. Senada dengan hal tersebut, Kamal Presidium Sidang I MUSKEMA menambahkan bahwa tuntutan tersbut adalah bentuk kepedulian FKHUFP untuk mempermudah BEM dalam menyelesaikan tanggungjawabnya serta untuk menyelamatkan citra BEM di mata mahasiswa. “Kami hanya ingin menyelamatkan citra BEM di mata mahasiswa,”tambah Kamal.

Lain hal dengan FKHUFP, Junedi THP’07, mantan Menteri KSI pada periode Kabinet Ekspansi lalu menjelaskan bahwa tuntutan dari FKHUFP itu salah alamat. Dia menjelaskan BEM tidak berkewajiban menjalankan amanah MUSKEMA karena BEM sudah demisioner. “BEM itu sudah demisioner, jadi tidak ada yang berhak untuk menuntut. Kan udah di demisioner,” tutur Junedi.

Menanggapi pernyataan yang dikemukakan oleh Junedi, Kamal menyatakan bahwa pada saat MUSKEMA, telah disepakati bersama bahwa demosioner BEM  akan melaporkan hasil revisi LPJ paling lambat hari Jumat (25/11) jam 09.00 WIB. “Namun hingga saat ini belum ada pelaporan seperti yang telah disepakati,” ungkapnya (01/12). Ana yang juga menjabat sebagai ketua umum Himagrita pun menyataan kekecewaannya terhadap LPJ BEM. “Saya rasa BEM belum siap untuk LPJ karena dari segi redaksionalnya saja mereka masih salah-salah. Sangat disayangkan sekali,” jelasnya.

Junedi memastikan revisi LPJ akan dilakukan sesuai yang telah disampaikan sebelumnya. Namun ia menambahkan untuk publikasi hasil revisis LPJ menjadi keputusan dari presiden BEM. “Dipublikasikan atau tidak, menjadi keputusan presiden BEM sebagai pemimpin,” jelasnya.

Mengenai tuntutan yang beredar di lingkungan kampus, demisioner Presiden BEM Dwi Musthika sulit dihubungi. Kamal yang telah berkali-kali menghubungi demisioner Presiden BEM baik melalui sms maupun telepon mengungkapkan tidak ada kabar maupun konfirmasi dari demisioner Presiden BEM terkait amanah dari hasil MUSKEMA maupun tuntutan FKHUFP. “Dihubungi melalui telepon selular pun tidak ada jawaban,” tambah kamal.

Kemelut yang berlarut-larut menunjukkan ketidakseriusan dari presiden BEM demisioner. Tidak adanya tanggapan dan respon positif dari presiden BEM demisioner kembali mengecewakan mahasiswa. Viar presiden Sega mengaku sangat kecewa dengan sikap presiden BEM demisioner yang tidak mengindahkan tuntutan FKHUFP. Namun, diantara kekecewaan yang ada ternyata masih terselip  harapan kepada presiden BEM demisioner. “Harapannya mereka segera melaksanakan amanah MUSKEMA,” ungkap Viar penuh harap. (Fiogi/Kasol)

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. LPM Agrica - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger